*cerita ini hanya fiktif belaka, kalo ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian mohon maaf dan bisa memaklumi*
Pernah bermimpi tapi gak ada yang memotivasi buat mewujudkan? Pernah bermimpi tapi gak ada niat buat mewujudkan? Atau malah selama ini kalian gak punya mimpi? Tragis banget kalo dikehidupan kalian gak punya mimpi.
‘Eh, Ren! Kemaren lu pulang jam berapa?’
‘Jam 10 malem. Emang kenapa? Nah, lu sendiri pulang jam berapa?’
‘Ng.. gak apa sih. Cuman mau nanya aja. Gua pulang jam 11 malem. Gila! Gelap banget tuh lapangan.’
‘Ha?! Jam 11? Gila, lu, ya? Ngapain aja, lu?’
‘Hehe. Ya biasa lah. Ngamen. Lumayan, gua dapet 200 ribu lho!’
‘Beneran? Wah , bener-bener gila, lu! Cuman buat ikut diklat itu, lu rela-relain ngamen sampe malem. Gua salut banget sama lu, Na!’
‘Yaah, namanya juga cinta. Apapun bakalan gua lakuin buat mimpi gua! Besok temenin gua daftar diklat ya, Ren?!’
‘Oke, siap bos!’
Setelah percakapan mereka berhenti, mereka bergegas merapikan buku pelajaran karena bel pulang sekolah sudah berbunyi. Mereka adalah dua remaja yang berkehidupan keras. Kemiskinan, kekurangan, dan tindasan yang mereka dapatkan di dunia ini. Tapi apa semua hal itu meredam semangat mereka? Tidak. Mereka punya mimpi. Semua manusia punya mimpi. Dan mereka berhak untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka.
Tanpa mengenal rasa lelah, mereka berdua, Reni dan Tiana melakoni tugas hariannya sepulang sekolah. Ngamen. Lampu merah di pertigaan itu mulai menyala. Mereka berdua pun berpencar.
‘Misi, pak. Sungguh aku tak bisa, sampai kapanpun tak bisa. Membenci dirimu, sesungguhnya aku tak mampu.’setelah Tiana selesai nyanyi, langsung aja di minta sama si bapak yang ada di dalam mobil.
Bapak yang ada di mobil masih ngeliatin Tiana dengan tatapan pengen tau, ‘suara kamu bagus, nak.’ Lalu si bapak ngasih uang kertas yang ....warnanya biru sodara-sodara. Yes, itu unag 50 ribu. Nggak cuman itu , si bapak juga ngasih kartu namanya ke Tiana. ‘kalo bisa besok datang ke alamat itu ya, nak’ seraya menjalankan mobilnya karena lampu sudah mulai hijau.
Tiana yang saat itu bener-bener speechless, cuman minggir ke trotoar sambil ngeliatin kartu nama bapak yang tadi. Dr. Sudjarno itu adalah nama bapak yang tadi. Guess what? Beliau seorang doktor pemirsa. Dan, Tiana cuman bisa melongo gak karuan dipinggir jalan. Sesaat setelah itu, Rena datang.
‘Woy, Na! Bengong aja, lu. Kenapa sih? Abis kena marah orang?’
‘Ini, Ren. Barusan gua ngamen, ada bapak yang bilang kalo suara gua bagus. Trus dia ngasih kartu namanya ke gua. Dan kalo bisa, gua disuruh datang ke alamat itu besok. Nah, selain itu dia juga ngasih gua uang 50 ribu.’
‘Ha?! 50 ribu? Gila, nasib lu emang bener-bener mujur hari ini. Oke, besok gua anterin lu ke alamat itu. Gimana?’
‘Gua juga mau sih. Tapi kan besok diklat dimulai, Ren. Terpaksa gua haru s ngorbanin salahsatunya.’
‘Ya udahlah, lu nggak usah ikutan diklat itu. Toh, lu juga belum daftar kan? Mending kita ikut jalan yang jelas aja. Oke?’
‘Oke dah!’
Besoknya Reni nepatin janjinya buat nganterin bestiestnya itu dateng ke tempat pak Sudjarno. Jalan Kenanga Indah no. 77. Tepat di depan gerbang rumah gedong itu Reni dan Tiana melongo kaya` sapi ompong.
‘Gilaaa! Rumahnya gede amat!’ Reni jingkrak-jingkrak sambil teriak-teriak kagum.
Tiba-tiba, si satpam penunggu rumah nyamperin mereka berdua, ‘mau nyari siapa, dek?’
Tiana pun gelagapan njawab pertanyaan tuh satpam, ‘eeng, kita mau ketemu sama pak Sudjarno. Beliau ada? Kami yang diundang datang ke sini.’
Satpam itu masih negliatin mereka seolah mengidentifikasi apa mereka berdua bener-bener tamu pak Sudjarno. Sesaat setelah itu barulah mereka diizinkan masuk dan bertemu pak Sudjarno.
‘Silakan tunggu di situ, dek. Saya panggilkan pak Sudjarno sebentar.’
‘Oh, iya, pak. Makasih.’
5 menit kemudian..
‘Eh, kalian ternyata. Terima kasih sebelumnya karena kalian sudah mau datang ke sini.’ Tanpa banyak bicara, pak Sudjarno langsung menjelaskan maksudnya mengundang Tiana dan Reni. ‘Jadi gini, saya punya label rekaman yang punya basic untuk para pengamen-pengamen berpotensi seperti kalian. Intinya, apa kalian setuju kalau kalian kami latih dan kalau memang kalian berbakat, kami pihak perusahaan pasti mengontrak kalian. Gimana? Apa kalian setuju? Ini gratis kok.’
‘Eeng.. apa bapak tidak salah bicara? Maksud saya, apa semua itu bener-bener buat kita, pak?’ Reni sampe kaget setengah hidup waktu ngejawab tuh tawaran.
‘Iya, nak’
‘Baiklah, pak. Kami terima tawaran yang bapak berikan. Dan kami berjanji akan bersungguh-sungguh. Karena itu semua memang mimpi hidup kami, pak.’ Tiana menjawab dengan mantab diiringi dengan senyum lebarnya.
Setelah prosesi tawar terima itu, Tiana dan Reni pamit pulang. Besok sepulang sekolah mereka nggak lagi ngamen panas-panas di jalanan, tapi mereka udah mulai trainingdi rumah pak Sudjiono. Ya, penyanyi. Itu mimpi mereka. Apapun mereka tempuh untuk mewujudkan mimpi hidup mereka itu.
Walaupun mereka anak jalanan, mereka masih punya semangat untuk sekolah, mereka masih punya semangat untuk mewujudkan semua impian mereka. Yang mungkin orang bilang itu semua impossible! Tapi bagi mereka, nggak ada yang nggak mungkin kalo memang Tuhan menghendaki. Sekolah dan ngamen nggak membuat mereka bodoh waktu sekolah. Mereka berdua bintang kelas sodara-sodara.
-0-
Singkat cerita, setelah latihan 2 bulan kualitas suara mereka bener-bener sekelas Sherina.Fantastis. Dan yang perlu pemirsa tahu, perjuangan mereka selama latihan nggak mulus. Pernah sekali waktu mereka ditimpuk penghapus papan tulis sama guru vokal, karena ngupil gak jelas waktu latihan.
Hari ini hari pertama mereka take vocal.
‘Na! Udah berasa jadi artis, nih! Hehe, semoga aja lagu kita laku di pasaran, yah.’
‘Iya iya. Amin, deh.’
Setelah beberapa kali take vocal dan beberapa kali melalui proses editing, akhirnya lagu mereka dan juga pengamen-pengamen yang lain dijadiin satu album dan jjeeng jeeeng dirilis di pasaran.
Ada goodnews dari pak Sudjiono setelah seminggu album mereka beredar di pasaran. Ya, album perdana itu laris manis tanjung kimpul, men. Dan royaltinya? Dua kali lipat dari ekspektasi sebelumnya. Luar biasa.
Singkat cerita, mereka dan pengamen lainnya pun sukses di blantika musik Indonesia! Walaupun masih butuh proses buat jadi diva sekelas Ruth Sahanaya. Tapi bagi Reni dan Tiana, kehidupan mereka jauh lebih baik dibanding kehidupan jalanan mereka dulu.
So, friends mimpi itu nggak selamanya fiksi. Mereka, mimpi-mimpi kalian itu, bisa jadi nyata karena kamauan dan usaha kalian buat mereka. Hidup memang berawal dari mimpi. Dan yakini sesuatu bahwa `ini hidupku, ini mimpiku`. Jangan pernah biarkan orang lain menghancurkan mimpi-mimpi kalian.
*cam
[maybe, cerpen ini agak mbuletisasi alias nggerundel gak karuan. tapi yang pasti aku masih mau nyoba kan? nah, ini ceritaku, apa ceritamu ? gloodaak -__-]