Semenjak rintik mengering pada setiap ujung daun melati, terasa terpanggil kembali ke masa di mana waktu dan perasaan manusia tiada bersekat. Berhenti dalam sekejap terus berlalu meninggalkan bekas. Kembali aku terka tatap matamu yang teduh merangkul setiap inchi kulitku. Tak kuasa aku menahan dorongan gejolak asa ciptaan Tuhan yang paling membuat susah, cinta.
Kucoba terus gambar sukmamu dalam pikiranku, hingga jelas setiap lesung yang ada pada pipimu. Juntai rambut yang memaksa turun karena tak kebagian gel rambut adalah ritme yang selalu aku nantikan. Begitu pula dengan senyum yang kau paksa saat amarah merundung hatimu. Kerut matamu yang syahdu saat tertawa tak kalah menyejukkan dengan setiap tetes embun pagi.
Kembali aku dalam angan yang sendirian. Sendu dengan secangkir teh hangat sembari kulukis lagi indahnya berjodoh dengan lelaki pilihan. Namun, apakah yang pilihan sama benar terpilih oleh yang memilih?
Kala hujan menepis setiap debu kegagalan, aku hanyut dalam setiap bayang sayup akan matamu. Tenggelam dalam perasaan semu. Lagi, aku raba raga yang akan mendampingiku mengarungi sisa kehidupan. Bak menarik garis dari satu titik ke titik lain. Kadang tertatih tapi terlatih. Lagi-lagi dirimu.
Sekejap
kausambangi aku lagi lewat mimpi. Bersama bunga tidur kau selipkan kata-kata
dan sentuhan manis. Samar namun aku tahu pasti itu kamu, kamu dengan sejuta
cahaya kasih penuh kehangatan. Terus aku rangkai jejak yang kautinggalkan,
menjadi petunjuk di mana aku harus berhenti mencari. Mencari rumah dari
sukmaku, mencari naungan untuk jiwaku.
Jika sempurna tak cukup menggambarkanmu, maka karunia Tuhan mana lagi yang ingin dicacat manusia? Orang bilang, manusia yang baik akan mendapatkan yang baik pula, begitu sebaliknya. Lantas, apa aku cukup baik bagimu?
Karena
cinta bukan arena politik, tak ada obral janji yang akan kuberikan padamu.
Hanya saja, tak akan kubiarkan sayapmu patah sendiri dan akan kupastikan
kehadirankulah alasan di setiap merahnya pipimu.
Untuk dirimu yang selalu aku dambakan kedatangannya, sosok imam dan nahkoda rumah tangga. Untuk dirimu, rumah dari jiwaku. Untuk dirimu nama yang telah terpatri dipasangkan denganku. Tiada badai yang sanggup memisahkan ujung hati penuh asmara, begitu juga ujung simpul senyum yang kita miliki bersama. Teruntuk dirimu yang mungkin sedang beradu kasih dengan yang lain, ketahuilah bahwa kamu adalah bulir doa yang setiap hari aku pinta dalam sujud. Teruntuk dirimu untaian masa depan penuh gelora.
Teruntuk kamu yang bersemayam dalam
angan. Aku jatuh pada heningnya getaran cinta dan aku ingin kita jatuh bersama.
Membawa kasih dan kurangnya manusia, dari hati hingga ke pelaminan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar